Rabu, 30 Maret 2011

Zat Warna Tekstil


 Sifat Zat Warna Direk
Zat warna direk bersifat larut dalam air, sehingga dapat langsung dipakai dalam pencelupan serat selulosa seperti katun, rayon dan rami. Zat warna direk relatif murah harganya dan mudah pemakaiannya, tetapi warnanya kurang cerah dan tahan luntur hasil celupannya kurang baik
Zat warna Direk mempunyai daya afinitas yang besar tehadap serat selulosa, beberapa zat warna direk dapat mencelup serat binatang berdasarkan ikatan hidrogen. Kebanyakan zat warna direk merupakan senyawa azo yang disulfonasi.
Kelarutan zat warna direk merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan karena zat warna direk yang kelarutannya tinggi akan memudahkan dalam pemakaiannya, dan pada proses pencelupannya relatif lebih mudah rata, tetapi dilain pihak kelarutan yang tinggi akan mengurangi substantifitas zat warna dan tahan luntur warna terhadap pencucian hasil celupnya lebih rendah. Proses pelarutan zat warna direk :

                                                                              H2O
R1-N=N-R2-SO3Na R1-N=N-R2-SO3- + Na+ R1-N=N-R2-SO3- . aq + Na+ . aq

Faktor yang menentukan kelarutan zat warna direk adalah ukuran partikel zat warna direk dan jumlah gugus pelarut dalam struktur zat warnanya. Makin kecil ukuran partikel zat warna makin tinggi kelarutannya, demikian pula bila jumlah gugus pelarutnya makin banyak.

Substantifitas zat warna direk relatif kecil, sehingga diakhir pencelupan selalu ada sisa zat warna direk yang tidak terserap bahan. Untuk memperbesar penyerapan zat warna direk selama pencelupan dapat dilakukan beberapa usaha antara lain dengan menurunkan vlot, menambahkan garam (NaCl atau Na2SO4), menurunkan suhu dan pH larutan pencelupan.


Sifat Zat Warna Reaktif
           Zat warna reaktif terbagi menjadi 2 bagian yaitu Zat Warna Reaktif Panas dan Zat Warna Reaktif Dingin.
Zat Warna Reaktif Dingin
Yang termasuk zat warna reaktif dingin adalah Procion M dengan sistem reaktif diklorotriazin (DCT) dan drimarene K engan sistem reaktif dyfluoro-monokhlro-pirimidin. Keduannya termasuk zat warna raktif yang bereaksi dengan serat melalui mekanisme substitusi nukleofilik.
            Kereaktifan zat warna reaktif dingin sangat tinggi sehingga proses pencelupannya dapat dilakukan pada suhu 30oC – 40OC. Oleh karena itu kromogen zat warna reaktif dingin relatif kecil sehingga warnannya lebih cerah dari zat warna reaktif panas.
            Hal yang sangat perlu dilakukan diperhatikan dalam proses pencelupannya adalah zat warnanya sangat kurang stabil, sangat mudah rusak terhidrolisis, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha guna menguirangi terjadinnya reaksi hidrolisis.
Salah satu cara engurangi terjadinya hidrolisis zat warna reaktif dingin adalah pada proses persiapan larutan celup, persiapan larutan alkali dan zat warna dipisah pada tangki yang berbeda, dari resep pencelupan biasanya dibuat dengan perbandigan 4 : 1 dan keduannya baru dicampurkan sesaat ketika hendak dipakai.
                Dibanding dengan zat warna reaktif panas, karena lebih reaktif maka pemakaiannya alkali untuk zat warna reaktif dingin lebih sedikit (hampir setengahnya dari jumlah alkali untuk zat warna reaktif panas ), selain itu kecerahan zat warna reaktif dingin lebih cerah dari zat warna reaktif panas karena kromogennya (D) lebih kecil dari kromogen zat warna reaktif panas.

 Zat Pembantu pencelupan selulosa dengan zat warna reaktif dingin
            Zat pembantu yang perlu ditambahkan pada larutan celup antara lain elektrolit (Na2SO4, NaCl), Na2CO3, dan pembasah. Selain itu dapat juga ditambahkan zat pelunak air, zat anti crease mark dan zat antireduksi. Setiap zat pembantu tekstil mempunyai fungsi masing-masing yang dapat memperlancar proses pencelupan.

Adapun mekanisme pencelupan terdiri dari tiga tahap yaitu :
Pertama : Difusi zat warna dalam larutan
         Molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak pada temperatur tinggi pergerakan tersebut lebih cepat. Kemudian bahan tekstil dimasukan kedalam larutan celup.
Kedua  : Adsorpsi
Kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga yang cukup besar dapat mengatasi gaya-gaya tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat warna dapat terserap menempel pada permukaan serat.
Ketiga : Fiksasi
Penyerapan atau difusi zat warna dari permukaan serat ke pusat serat secara bersamaan, sehingga zat warna yang terserap dapat menyebar secara merata.
            Gugusan hidroksil dalam molekul selulosa memegang peranan penting pada pencelupan dengan zat warna direk. Apabila atom hydrogen dari gugusan hidroksil tersebut diganti dengan gugusan asetil maka serat tak dapat mencelup zat warna direk lagi. Hal tersebut disebabkan karena gugusan hidroksil dalam molekul selulosa dapat mengadakan ikatan hidrogen dengan gugusan-gugusan hidroksil, amina dan azo dalam molekul zat warna. 

Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Pengaruh elektrolit
Pengaruh elektrolit akan memperbesar jumlah zat warna yang terserap oleh zat warna, meskipun zat warna mempunyai kepekaan yang berbeda. Elektrolit yang digunakan adalah garam dapur (NaCl). Zat warna dengan gugus sulfonat yang banyak akan lebih mudah ditolak oleh serat dari pada yang sedikit, sehingga perlu ditambahkan elektrolit.
Pengaruh Temperatur
     Pada umumnya termasuk proses pencelupan eksotermis yang pada keadaan setimbang jika temperaturnya tinggi penyerapannya akan rendah dibanding pada temperatur rendah. Oleh karena itu pencelupan zat warna direk ini diperlukan temperatur yang tinggi untuk mempercepat reaksi. Sehingga apabila temperaturnya tinggi, maka jumkah zat warna yang terserap lebih besar, kemudian berkurang kembali.

Pengaruh pH
Zat warna direk digunakan dalam suasana netral. Apabila dilakukan penambahan alkali, maka akan memperhambat penyerapan. Sehingga sering ditambahkan abu soda 3% untuk mengurangi kesadahan air atau untuk mempervaiki kelarutan zat warna.

Pengaruh Perbandingan Larutan
            Perbandingan larutan celup artinya perbandingan antara besarnya larutan terhadap berat bahan tekstil yang di proses. Dalam kurva isoterm terlihat bahwa kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah besarnya penyerapan. Pada dasarnya dilakukan untuk memperkecil zat warna yang terbuang atau hilang. Sehingga dapat mengurangi pemborosan dalam pemakaian zat warna. Dan hanya mempergunakan larutan simpan bekas celupan dengan menambahkan zat warna baru pada larutan tersebut, maka dapat diperoleh larutan celup dengan konsentrasi seperti semula Maka untuk mencelup warna-warna tua di usahakan untuk memakai perbandingan laruta celup yang kecil sehingga zat warna yang terbuang hanya sedikit.
Zat Warna Reaktif Panas
Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Oleh karena itu, hasil celupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang sangat baik. Demikian pula karena berat molekul zat warna reaktif kecil maka kecerahan warnanya akan lebih baik daripada zat warna direk.
Menurut reaksi yang terjadi, zat warna reaktif dapat dibagi menjadi 2 golongan:
Golongan 1   :  zat warna reaktif yang mengadakan reaksi subtitusi dengan serat dan membentuk  
                        ikatan pseude ester, misalnya : zat warna procion, cibanon, drimaren dan levafix.
Golongan 2   :  zat warna reaktif yang dapat mengadakan reaksi adisi dengan serat dan 
                        membentukikatan ester, misalnya : zat warna remasol dan remalan.
Secara umum struktur zat warna yang larut dalam air dapat digambarkan sebagai berikut :
                                         S – K – P – R – X
S =   gugus pelarut misalnya gugus asam sulfonat dan karboksilat.
K =   khromofor misalnya sistem yang mengandung gugus azo dan akinon.
P =   gugus penghubung antara kromofor dan sistem yang reaktif misalnya gugus amina dan  
           amida.
R  =   sistem yang reaktif misalnya pirimidin dan vinil.
X  =   gugus reaktif yang mudah terlepas dari sistem yang reaktif seperti gugus khlor dan sulfat.
Khromofor zat warna reaktif mempunyai berat molekul yang kecil agar daya serap terhadap serat tidak besar sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan. Gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat warna terhadap asam atau basa. Agar reaksi dapat berjalan dengan baik diperlukan penambahan alkali misalnya Natrium Silikat dan KOH karena apabila telah dikerjakan dengan alkali bahan akan tahan pencucian dan penyabunan. Disamping terjadi reaksi antara zat warna dengan serat yang membentuk ikatan pseude ester dan eter, molekul air juga dapat mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan penaikan temperatur.

Pemakaian zat warna reaktif secara panas yaitu untuk zat warna reaktif yang mempunyai kereaktifan rendah, misalnya procion H, cibacron dengan sistem reaktif mono-khlorotriazin, dan remazol denagan sistem reaktif vinil sulfon.  Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrolisa :
1.      Kereaktifan zat warna. Apabila zat warna reaktifnya tinggi maka zat warna akan mudah  
      rusak terhidrolisis.
2.      Kondisi celup.
a)      Temperatur. Telah disebutkan diatas bahwa dengan adanya penaikan temperatur  
      maka reaksi hidrolisa bertambah cepat.
b)      PH. Dengan pH yang tinggi maka akan terjadi reaksi hidrolisa yang tinggi.
c)      H2O. reaksi hidrolisa juga akan tinggi jika pemakaian air banyak pula.

Untuk mengurangi terjadinya reaksi hidrolisis maka digunakan metode penambahan alkali secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan hasil yang rata dan tua.

Zat Warna Bejana
Zat warna bejana tidak larut dalam air, oleh karena itu dalam pencelupannya  harus dirubah menjadi bentuk leuko yang larut. Senyawa leuko tersebut  amemiliki substantivitas terhadap selulosa sehingga dapat tercelup.  Adanya oksidator atau oksigen dari udara, bentuk leuko yang tercelup  dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali kebentuk semula yaitu  pigmen zat warna bejana.  Senyawa leuko zat warna  bejana golongan indigoida larut dalam alkali lemah  sedangkan golongan antrakwinon hanya larut dalam alkali kuat dan  hanya sedikit berubah warnanya dalam larutan hipiklorit. Umunya zat warna  turunan tioindigo dan karbasol warna hampir hilang dalam uji hipoklorit  dan didalam larutan pereduksi warnanya menjadi kuning.
Ikatan zat warna bejana dengan serat antara lain ikatan hidrogen dan ikatan  sekunder seperti gaya-gaya Van Der Wall. Tetapi karena bersifat hidrofob  maka ketahanan cucinya lebih tinggi daripada zat warna nyang berikatan  ionik dengan sera
Zat warna bejana larut adalah leuco zat warna bejana yang distabilkan dalam suasana
alkali, sehingga dalam pemakaiannya lebih mudah karena larut dalam air dan tidak memerlukan
proses pembejanaan.
yang berasal dari zat warna bejana jenis indigo dikenal dengan nama  dagang indigosol sedang yang berasal dari zat warna bejana jenis antrakuinon dikenal dengan  nama dagang antraso
Zat warna bejana yang dirubah menjadi zat warna bejana larut umumnya adalah zat warna  bejana jenis IK yang molekulnya relatif kecil, sehingga afinitas zat warna bejana larut relatif kecil  tetapi pencelupannya mudah rata dan tahan luntur warna terhadap pencuciannya tinggi karena  pada akhir proses pencelupannya zat warna bejana larut dirubah kembali menjadi zat warna bejana yang tidak larut.
Zat warna bejana larut harganya sangat mahal sehingga hanya digunakan untuk pencelupan  bahan katun kualitas tinggi. Selain untuk mewarnai katun, zat warna bejana larut juga digunakan  terutama untuk pencelupan sutra atau wol

Sifat-sifat umum :
- larut dalam air
- berikatan kovalen dengan serat

   Zat Warna Naftol

Zat warna naftol adalah zat warna azo yang pembuatannya simultan dengan proses pencelupan, zat warna naftol terdiri dari 2(dua) komponen yaitu naftol dan garam diazonium.
Naftol tidak bisa larut di air sehingga untuk penaftolan bahan naftol harus dirubah menjadi naftolat dengan menambahkan NaOH. Setelah penaftolan bahan barulah warnanya dibangkitkan dengan garam diazonium sehingga terjadi proses kopling antara naftol dan garam  diazonium didalam serat.
Berdasarkan warna hasil koplingnya, ada 2 jenis naftol yaitu naftol monokromatik yang warnannya mengarah kesatu arah warna dan naftol polikromatik.
Sifat-sifat umum dari zat warna naftol :
-tidak luntur dalam air
-luntur dalam piridin pekat mendidih
-bersifat poligenetik dan monogenetic
-karena mengandung gugus azo, maka tidak tahan terhadap redukto

Zat Warna Dispersi

Zat warna dispersi jenis diazo adalah zat warna dispersi yang umumnya mempunyai sifat yang sama dengan jenis azo tetapi mempunyai daya sublimasi yang tinggi. Zat warna ini banyak di gunakan untuk warna-warna tua. Karena makin sulit mahalnya bahan baku antrakwinon maka dewasa ini terdapat kecenderungan untuk sedapat mungkin menggantikan dengan zat warna jenis azo. Berbagai macam cara dilakukan untuk membuat zat warna azo yang menyerupai antrakwinon dalam hal kemurnian kecerahan warna dan sifat yang baik.
Sifat-sifat umum zat warna dispersi
a) Tidak larut dalam air, karena tidak mempunyai gugus pelarut didalam struktur molekul
b) Pada umumnya zat warna dispersi berasal dari turunan azo, antrakwinon/nitro akril amina dengan berat molekul rendah
c) Mempunyai titik leleh yang cukup tinggi yaitu 1500C dengan ukuran partikel antara 0,5-2 mikron
d) Bersifat non-ionik, walaupun mengandung gugus-gugus – NH2 – NHR – OH
e) Selama proses pencapan dengan zat dispersi tidak mengalami perubahan kimia

Sifat – sifat kimia zat warna dispersi
Berlainan dengan serat tekstil yang lain polyester tidak mempunyai gugus ionik sehingga tidak dapat dicelup berdasarkan mekanisme ionik (semi ionik). Serat ini hanya dapat dicelup dengan zat warna non ionik (zat warna.dispersi) yang praktis tidak larut dalam air.
Cara melarutkannya dengan bantuan zat lain. Zat warna dispersi di gunakan dalam bentuk dispersi yang halus dalam air ukuran partikel dispersi 0,5 mikron di sebabkan oleh sifatnya yang hidrofobik maka zat warna ini mempunyai daya afinitas yang tinggi terhadap serat polyester yang juga bersifat hidrofobik.
Dalam proses pencelupan, partikel zat warna masuk kedalam serat dalam keadaan terdispersi molekuler dan terikat dalam serat. Zat warna dispersi dapat di buat dari beberapa struktur kimia yang berbeda.
Struktur kimia yang umum di gunakan dalam zat warna dispersi dan persentasi penggunaannya adalah sebagai berikut:
  • Azo (NN) : 55%
  • Diazo (NN-NN) : 10%
  • Antrakwinon : 20%
  • Lain – lain : 15%
kelarutan
Meskipun Azobenzena, Antrakuinon dan Defilamina dalam bentuk dispersi dapat mencelup kedalam hidrofop, dalam perdagangan kebanyak zat warna dispersi mengandung gugus aromatik dan alifatik yang mengikat gugus fungsional (-OH, -NH2-BHR, dsb.) dan bentuk sebagai gugus pemberi (donor) Hidrogen. Gugus fungsional tersebut merupakan pengikat dipol (dwikutub) dan juga membentik ikatan hidrogen dengan gugus karbonol atu gugus asentil dari serat poliester.
Adanya gugus aromatik OH dan alifatik AH2 dan gugus fungsional yang lain menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
Zat warna dispersi mempunyai daya kelarutan air dingin yang sangat rendah akan tetapi dengan peningkatan temperatur daya kelarutan dapat meningkat dengan cepat sampai beberapa ratus gram/L. Yang sangat penting dalam proses pencelupan adalah daya kelarutan. Daya kelarutan dipengarungi oleh :
a) Kecepatan penyerapan zat warna
b) Banyak / sedikitnya penyerapan
c) Migrasi
d) Penodaan pada serat campuran.

Sensitifitas
Zat warna dispersi yang berupa partikel-partikel kecil tidak mungkin berada pada keadaan terdispersi yang stabil tanpa adanya zat pendispersi (Dispersing Agent) zat pendispersi ini berfungsi sebagai pelindung di sekeliling zat warna sehingga adanya gaya elektrostatis yang saling tolak menolak juga dapat membantu terjadinya stabilitas. Kestabilan dispersi zat warna di pengaruhui oleh:
a) Jenis zat pendispersi : umumnya yang digunakan adalah jenis an ionik yaitu lignin sulfonat yang berasal dari alam tetapi ada pula yang berasal dari sintetik.
b) Kualitas dari pigmen zat warna dan ketidakmurnian pigmen zat warna
c) Bentuk kristal dari pigmen zat warna. Bentuk kristal tertentu mudah dibersihkan dan ada yang relatip sulit .
d) Distribusi partikel ukuran zat warna

Zat warna pigmen
Zat warna pigmen hanya berupa kromogen zat warna yang tidak mempunyai gugus yang dapat berikatan dengan serat sehingga dalam proses pencapan dan pencelupannya perlu dibantu dengan binder yang berperan sebagai zat pengikat antara serat dan zat warna, sehingga ketahanan lunturnya sangat ditentukan oleh kekuatan pelapisan zat warna oleh binder.
Zat warna pigmen adalah zat warna yang hanya mengandung kromofor saja sehingga pada pencelupannya perlu dibantu dengan zat pengikat yang disebut binder/penggikat karena tidak dapat berikatan dengan serat.  Unsur-unsur yang terdapat didalam zat warna pigmen antara lain, garam-garam organik, oksida organik, gugus azo, logam berwarna dan lain-lain. Zat warna ini luntur dalam dimetil formamida pekat dan dimetil formadida 1:1 kecuali untuk zat warna pigmen ftalosianin atau yang berasal dari zat warna pigmen anorganik
Tidak seperti zat warna lainnya yang digunakan pada pencelupan bahan tekstil, maka zat warna pigmen yang tidak mempunyai auksokrom ini digunakan juga untuk mewarnai tekstil. Pada umumnya dilakukan dengan cara pencapan, akan tetapi seringkali juga digunakan untuk mencelup bahan dengan kualitas kasar sampai sedang.
                               Untuk pencelupan, karena tidak memiliki auksokrom maka tidak dapat digunakan untuk mencelup benang dengan cara exhaust. Untuk mencelup kain digunakan cara padding dan pada umumnya hanya mewarnai pada permukaan saja. Sifat ketahanan lunturnya sangat ditentukan oleh kekuatan pelapisan zat warna oleh binder yang digunakan. Binder ini dapat membentuk lapisan film dengan bantuan asam yang diperoleh dari katalis dan adanya panas pada waktu curing.


    Zat warna belerang

Termasuk zat warna yang tidak larut dalam air, warnanya terbatas dan  suram, tetapi ketahanan lunturnya tinggi kecuali terhadap khlor (kaporit). Harganya relatf  murah, dan warna yang paling banyak digunakan adalah warna hitam. Zat warna belerang  banyak digunakan untuk pencelupan serat kapas kualitas menengah kebawah.
Struktur molekul zat warna belerang terdiri dari kromogen yang mengandung belerang yang dihubungkan dengan kromogen lainnya melalui jembatan disulfida ( -S-S-), sehingga strukturnya menjadi relatif besar
Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur belerang sebagai kromofor. Struktur molekulnya merupakan molekul yang  kompleks dan tidak larut dalam air oleh karena itu dalam pencelupannya  diperlukan reduktor natrium sulfide dan soda abu untuk melarutkannya.  Untuk membentuk zat warna maka perlu proses oksidasi baik dengan udara maupun dengan bantuan oksidator-oksidator lainnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar